IBC, Pandeglang - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pandeglang, Rusli Yacob menegaskan, pembuatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) tidak dipungut biaya alias gratis, hanya pemasangan patok dan pembelian materai. Untuk mencegah adanya pungutan BPN kerap melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
"Bahwa program ini gratis. Tapi ada catatan gratisnya, pengukuran, pembuatan sertifikat dan panitia (dari BPN). Kemudian ada kewajiban yang harus dilakukan warga, pemasangan patok, kemudian diberkas itu harus ada materai, itu tidak dibayar oleh pemerintah," kata Rusli kepada wartawan diruangan, Jumat 24-November- 2017.
Penegaskan orang nomor satu di BPN tersebut, setelah adanya aduan puluhan warga dari sejumlah kampung di Desa Bojongmanik, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang mengeluhkan biaya pembuatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). Pasalnya, warga diminta biaya pembuatan hingga jutaan rupiah oleh seorang oknum aparatur desa. Ironisnya, kejadian itu sudah berlangsung sejak tahun 2015 silam.
Adanya biaya pembuatan PTSL yang dipungut oknum desa, Rusli mengaku baru mengetahui dari awak media. Jika BPN mengetahui adanya pungutan tersebut secara tegas BPN akan melarang hal tersebut."Kita tidak menutup mata, kalau kita tahu, pasti dilarang,"ujarnya.
Rusli juga memastikan, jika sertifikat yang dibagikan kepada warga ketika Presiden Joko Widodo bertandang ke Menes beberapa waktu sudah ditandatangani pihak BPN dan tidak mesti lagi diberikan kepada pihak desa.
"Sebenernya sudah kita sampaikan kepada warga bahwa sertifikat itu disimpan. Kalau mau dijamninkan ke Bank silahkan. Nah kalau ditarik lagi oleh desa itu ngapain dan itu sudah ditandatangani,"jelasnya.
Terkiat adanya biaya pembuatan PTSL salah seorang warga Kampung Numpi, Desa Bojongmanik, Ahmad Patori menuturkan, besaran biaya yang dipungut oleh oknum desa bervariatif. Dari mulai Rp100 ribu, hingga ada yang mencapai Rp3 juta. Dirinya menceritakan, mulanya warga di kampungnya tidak mengetahui bahwa proses pembuatan program yang dulu dikenal dengan nama Prona itu gratis.
"Warga baru tahu saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Pandeglang awal Oktober lalu. Saat itu, Kepala Negara secara simbolis memberi bantuan sertifikat tanah ke ribuan penerima," tuturnya kepada awak media.
Meski sudah menyetorkan sejumlah uang sejak tahun 2015, namun sampai saat ini sertifikat yang diharapkan belum juga muncul. Padahal warga dijanjikan akan selesai dalam waktu 6 bulan.
"Setelah dibagikan presiden, sertifikat itu dikembalikan lagi karena belum ditanda tangani dan diberi stempel BPN (Badan Pertanahan Nasional). Janjinya, sertifikat itu akan selesai dalam waktu 1 minggu. Tetapi sampai sekarang belum ada juga," keluhnya.
Perihal adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum desa lanjut Patori, warga sudah menanyakan langsung ke oknum bersangkutan. Namun jawaban yang diberikan tidak memberi pencerahan terhadap warga.
"Warga juga sudah menyampaikan ke BPN, namun telah ditegaskan bahwa BPN tidak pernah memungut biaya," katanya.
Selain warga Kampung Numpi, kampung lain yang juga dipungut biaya kepengurusan PSTL, meliputi Kampung Masjid, Tarikolot, Lapangan, Jabing, Cikupaeun, Gayong, Tanjung Jaya, dan Kampung Gebang. Bahkan Sebanyak 72 warga dari 9 kampung telah menyatakan kesiapannya untuk memberi keterangan apabila dibutuhkan.
Mantan Kepala Desa Bojongmanik yang kembali terpilih dalam Pilkades lalu, Sukri membantah tudingan tersebut. Dengan nada yang meninggi, ia bergeming bahwa program PSTL tidak pernah dipungut biaya. Apalagi ia mengklaim bahwa pihaknya sudah memberi sosialisasi terkait tata cara pembuatan PSTL.
"Ini pengaduannya lengkap tidak? Kalau ada laporkan ke saya. Kalau yang dipungut biaya, bukan dari Bojongmanik, tetapi luar Bojongmanik," sanggahnya.
Sukri mengaku bahwa pihaknya memberlakukan biaya untuk sebatas pembelian materai dan fotokopi. Ketika ditanya alasan pemungutan biaya itu, dirinya justru menyarankan awak media untuk menanyakan langsung ke panitia. Sukri pun menantang warga yang merasa dirugikan untuk melaporkan ke Kantor Desa.
"Tanya saja ke panitia biar lebih jelas. Bawa saja orangnya yang bilang biaya sertifikat Rp3 juta ke sini. Bawa orangnya. Saya tidak mau berandai-andai," cetusnya.