lBC, Serang – Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy berjalan kaki dari kantornya di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Curug, Kota Serang untuk menemui massa penolak pembangunan pembangkit listrik panas bumi (geothermal) yang tengah menjalankan aksi di depan gerbang KP3B yang berjarak sekitar 200 meter pada Rabu, 14 Februari 2018 sore. Di depan massa, Andika menyampaikan akan memperjuangkaan apa pun aspirasi masyarakat Banten.
“Apa yang jadi keinginan masyarakat Banten adalah juga pastinya keinginan Pak Gubernur (Gubernur Banten Wahidin Halim) dan saya. Nafas masyarakat Banten adalah nafas kami berdua yang tengah menyandang amanah dari saudara-saudara warga Banten,” kata Andika berbicara melalui pengeras suara yang langsung disambut pekikan takbir massa yang jumlahnya mencapai ratusan orang itu.
Andika menyampaikan, Pemprov Banten memutuskan untuk melakukan fasilitasi kepada warga yang menolak keberadaan pembangkit listrik geothermal tersebut untuk bertemu dengan pihak Kementerian ESDM sebagai pihak yang berwenang dalam meberikan izin kegiatan perusahaan pembangkit listrik geothermal itu.
“Saudara-saudara harus ketahui, bahwa berdasarkan UU 12/2004 dijelaskan bahwa kewenangan pemberian izin usaha pembangkit listrik geothermal berada di pemerintahan pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM. Untuk itu dalam satu-dua hari ini kami akan memfasilitasi warga untuk bertemu Kementerian ESDM,” paparnya.
Sebelum menemui massa, Andika menerima perwakilan massa di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut terungkap, massa dari Desa Batukuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, itu menolak kegiatan pembangunan pembangkit listrik geothermal yang dilakukan PT Sintesa Banten Geothermal di Gunung Prakasak.
Menurut perwakilan warga, aktivitas perusahaan dengan melakukan pengeboran di Gunung Prakasak dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk berupa tanah longsor dan terjadinya ar bah di aliran sungai yang melintasi gunung tersebut dengan pemukiman warga.
“Letak kampung kami ini persis di lereng gunung yang di atasnya perusahaan itu melakukan pengeboran. Sekarang ini ibaratnya kami tidur saja tidak bisa karena was-was akan terjadi sesuatu,” kata perwakilan warga bernama Hendra Wibowo di hadapan Wagub.
Selain itu, menurut Hendra, warga juga meyakini jika pembangunan pembangkit listrik geothermal tersebut akan lebih banyak mudharat-nya dibanding manfaatnya. Hendra mencontohkan, eksploitasi gunung untuk keperluan serupa yang dilakukan di Sulawesi juga terbukti telah menimbulkan malapetaka berupa longsornya lereng gunung yang menimpa pemukiman warga.
Sementara itu, Abdurohman, perwakilan warga lainnya, mengatakan, pihaknya tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang utuh dan menyeluruh dari perusahaan terkait aktivitas mereka. Padahal, lanjutnya, jika saja perusahaan dan pihak terkait lainnya melakukan sosialisasi secara jelas, warga akan mengetahui secara pasti apa dampak dari kegiatan perusahaan tersebut terhadap warga di sekitarnya.
“Kami tidak diberitahu dampak buruk dan dampak positifnya. Yang ada kami hanya diiming-imingi dengan akan diangkat jadi pekerja. Padahal berapa banyak sih tenaga kerja yang bisa diserap dibanding jumlah warga terdampak oleh pembangunan perusahaan itu,” imbuhnya.
Menjawab itu, Andika mengungkapkan jika izin perusahaan yang ditolak warga itu dikeluarkan oleh Kementerian ESDM pada era pemerintahan Pemprov Banten era sebelum kepemimpinan Wahidin-Andika. Andika menambahkan, izin tersebut akan berakhir 28 April mendatang.
“Oleh karena itu, kalau memang aktivitas perusahaan itu terbukti lebih banyak mudharat-nya, ini kesempatan untuk kita mengajukan persoalan ini kepada Kementerian ESDM agar izin perusahaan itu tidak diperpanjang,” katanya.