lBC, Tangerang - Pemuda berumur 22 tahun penyandang disabilitas intelektual bernama Wendra Purnama ditangkap dan dipaksa mengakui diri sebagai pengedar dan penguasaan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu seberat 0,23 gram. Sejak 25 November 2018 penahanan Wendra oleh pihak penyidik Polres Metro Tangerang kota dan ditolaknya permohonan asesmen terpadu saat pelimpahan perkara kepada Kejaksaan melalui JPU yang diajukan oleh pihak keluarga menjadikan Wendra lebih murung dan terus menangis akibat didera rasa sakit proses yang mengejutkannya.
Sidang Perkara Nomor : 290/Pid.Sus/2019/PN atas nama terdakwa Wendra Purnama alias Wendra A.d Enghok yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Tangerang Senin 15 April 2019, telah memasuki sidang ke-8 dengan agenda pembuktian JPU atas perintah pengadilan terhadap hasil test psikologis Wendra. Perintah pengadilan bahwa Wendra harus diperiksakan di RS milik pemerintah dalam hal ini RSU Tangerang dilakukan oleh dokter psikiatri.
Pada sidang sebelumnya JPU menolak hasil pemeriksaan psikologis dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) wilayah Provinsi Banten yang diajukan oleh kuasa hukum Wendra kepada majelis Hakim, JPU menolak dengan alasan tidak dilakukan oleh institusi pemerintah.
Drug Policy Reform Indonesia melihat fakta-fakta yang ada, bahwa kondisi ini telah melawan Undang-undang No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Ada kerancuan yang terjadi karena Penegak hukum yang menangkap dan Jaksa Penuntut umum tidak hanya menentukan kelayakan kasus hingga masuk perkara di PN Kelas I Tangerang namun mereka gagal memberikan disagrigasi pemahaman antara gangguan jiwa dan cacat kejiwaan sehingga dipaksakan Wendra untuk mengikuti tes kejiwaan oleh psikiatri. Ini adalah bukti telah terjadi perilaku yang tidak berdasarkan pada pemenuhan Hak Asasi Manusia dan menjunjung keadilan yang berharkat dan bermartabat.
Preseden buruk penegakan hukum di Indonesia ini harus diselesaikan. Penyelenggaran hukum acara pidana saat ini, tengah melakukan upaya yang akan melahirkan yurisprudensi yang mampu mencederai rasa dan narasi keadilan di Indonesia. Untuk itu Drug Policy Reform Indonesia meminta Presiden; Jaksa Agung; Kapolri; Menhukham; Menkes; Mensos; Kepala BNN; Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk menindak lanjuti persoalan ini.
Menyikapi perkara ini kami Drug Policy Reform Indonesia menyatakan :
1. Segera bebaskan Wendra demi tegaknya hukum yang berkeadilan dan negara memberikan rehabilitasi sosial dan material, sesuai dengan amanat pasal 95 ayat 1 KUHAP.
2. Meminta negara memberikan sanksi berupa teguran lisan, tertulis pembekuan kegiatan, pencabutan ijin atau penutupan, diberikan kepada institusi pelayanan diluar sektor kesehatan yang telah dengan sengaja menggagalkan hak Wendra mengakses layanan kesehatan jiwa pada awal proses hukum sesuai dengan pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
“Jangan biarkan Wendra menjadi tumbal kejahatan sistem peredaran gelap narkotika dan tirani penindasan atas nama penegakan hukum di negeri kita sendiri”
Pembacaan hasil tes psikologis tersangka WN dibacakan hari Senin, 15 April 2019 pukul 13.00 di Pengadilan Negeri Tangerang.