Oleh: KH Ahmad Imam Mawardi
AL-QURAN seringkali menyindir jenis manusia yang mengira dirinya sebagai orang baik sementara aslinya adalah orang yang selalu saja melakukan hal sesat menyesatkan. Manusia jenis ini adalah manusia yang tertipu dengan dirinya sendiri.
Sesungguhnya, andai dirinya mau jujur membaca dan mendengarkan suara hatinya sendiri, dia tahu akan niat busuknya, niat jeleknya. Namun karakter kesyetanan dan kebinatangannya menutupi jalan ini sehingga dirinya tetap merasa sebagai yang benar.
Agar tak tertipu dengan diri kita sendiri, biasakanlah mendengarkan suara hati nurani sendiri dalam keheningan. Pikirkan dengan jernih dan tulus jujurlah. Rasulullah memerintahkan Wabishah untuk meminta fatwa pada dirinya sendiri, pada hatinya sendiri. Hati yang paling dalam itu sesungguhnya cinta damai, benar dan indah.
Bagaimana kalau perkataan kita dan perbuatan kita membuat orang lain dan sekeliling kita menjadi sedih, kecewa dan rusak? Saya bisa pastikan bahwa di situ ada yang salah. Mungkin saja salah niat, mungkin saja salah cara, mungkin saja salah waktu, mungkin juga salah tempat atau salah orang. Dibutuhkan peerenungan mendalam untuk menjadi bijak.
Seorang tamu yang masih kerabat mengunjungi saudarinya yang baru melahirkan. Dia bertanya kepada saudarinya itu: "Selamat melahirkan ya. Saya ikut senang. Dapat hadiah apa dari suamimu?" Saudarinya menjawab dengan menundukkan muka sambil berkata lirih bahwa tidak diberi hadiah apapun. Tamu itu bertanya lagi: "Masa sih tidak diberi hadiah apapun? Bukankah anak adalah bernilai? Bukankah melahirkan itu sebuah perjuangan?" Saudarinya semakin menunduk malu. Sang tamu berpamitan pulang, tak lama setelah itu.
Sang tamu tak merasa salah dengan kata-katanya. Memang benar bahwa melahirkan anak adalah anugerah, juga benar bahwa melahirkan adalah perjuangan. Tak ada yang salah, bukan? Kisah tak berhenti di sini. Sang suami datang, sang istri dingin dan mempertanyakan kepantasannya mendapatkan hadiah. Mereka bertengkar, kemudian sang suami menceraikannya. Siapakah yang paling bersalah?
Sungguh sang tamu itu termasuk "minal mufsidin', pengrusak yang dibenci Allah. Jangan biasa merusak kedamaian hati orang lain dengan cara bersembunyi di balik tampilan benar secara kata. Jangan mengandalkan kepandaian berkilah. Tanyakan pada hati kita, niat sesungguhnya apa dan bagaimana cara yang tepat mrngutarakan dan melaksanakannya. Menjadi bijak itu ternyata sulit. Salam, AIM. [lnilahcom]