IBC, Serang - Rencana Deklarasi #2019GantiPresiden yang akan dilaksanakan pada 10 Agustus 2018 di Kota Serang menuai polemik. Bahkan, ada yang menganggap gerakan tersebut makar terselubung. Padahal, aspirasi tersebut dianggap sah dimana tidak melawan hukum.
Seperti yang diungkapkan Praktisi Hukum, Asep Abdullah Busro. Dijelaskan dia, bahwa bughot itu ada dalam terminologi hukum islam yang artinya memberontak/pemberontakan/melawan penguasa yang sah kalau dalam konteks hukum positif di NKRI bughot = MAKAR masuk dalam delik Tindak Pidana Kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu Pasal 107 KUH ancamannya penjara 15 tahun dan buat pemimpinnya dipenjara seumur hidup atau minimal 20 tahun.
Akan tetapi, rumusan pembuktian delik pidana teraebut syaratnya adalah ada upaya "perbuatan penggulingan pemerintahan dengan cara yang tidak sah (illegal)" seperti kudeta oleh militer, pembunuhan terhadap presiden dan/ atau contoh lain ada pemberontakan PRRI/Permesta, DI/TII dan sebagainya.
"Tapi kalau dalam konteks gerakan #2019GantiPresiden, maka gerakan tersebut tidak masuk kualifikasi bughot/makar seperti dalam Pasal 107 KUHP, karena sifatnya hanya aktifitas berkumpul & mengeluarkan pendapat dimuka umum yang mengajak masyarakat untuk mengganti presiden pada saat Pemilu 2019,"kata Asep melalui keterangan tertulisnya pada Jum'at, 3 Agustus 2018.
Sambungnya, hal mana Pemilu 2019 adalah mekanisme pemilihan pemimpin nasional in casu : Presiden/Wapres, jadi gerakan tersebut merupakan aktifitas yang legal secara hukum sebagaimana dilindungi dan diatur dalam Pasal 28 jo Pasal 28E UUD 1945 (landasan hukum konstitusional) serta UU No.9 Tahun1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat dimuka umum dan UU No.39 Tahun 1999 tentang Perlindungan HAM. "Jadi itu pendapat saya dalam perspektif hukum hal mana bisa saja terdapat perbedaan pendapat dengan teman-teman lainnya.
"Semoga bermanfaat dan bisa mencerahkan. Khoirunnas Anfa'uhum Linnas, sebaik-baik manusia adalah yg bermanfaat bagi manusia lainnya. Wallahu'alam bishowab,"tutur Asep.