lBC, Serang – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Serang direncanakan akan digelar pada November 2019 mendatang. Dari salah satu syarat bakal calon kepala desa (balon kades) diperbolehkan tidak harus warga setempat, diprediksi sebagai pemicu konflik di masyarakat.
“Pemicu konflik calon kades dari luar desa. Bukan aturan penyebabnya, tapi penerimaan oleh masyarakat. Masyarakat mengenal atau tidak calon kades itu, jadi minimal calon kades di kenal masyarakat,”kata Kepala Sub Bagian (Kasubag) Politik Dalam Negeri (Poldagri) pada Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Serang, Dikdik Abdul Hamid kepada lnilahBanten saat ditemui di kantornya pada Selasa, 6 Agustus 2019.
Disamping itu, sebut Dikdik, Pilkades yang rawan akan terjadinya konflik meliputi di Kecamatan Kramatwatu tepatnya di Desa Pejaten, Kecamatan Pabuaran di Desa Pabuaran, dan di Kecamatan Lebak Wangi. Rawan konflik juga terbagi ada tiga yakni, kategori rawan berat, sedang dan rawan ringan.
“Pilkades rawan berat itu yang pernah terjadi konflik, rawan sedang adanya indikasi atau pernah potensi konflik, kemudian rawan ringan tidak terlalu mengganggu meski ada potensi. Saat ini kami (Kesbangpol) baru melakukan pemetaan,”terang Dikdik.
Baca juga: 150 Desa Gelar Pilkades, DPMD Ajukan Dana Rp23 M
Guna menghindari adanya konflik baik berat, sedang dan ringan pihaknya kedepan melakukan koordinasi dengan pihak tim kecamatan, desa tentunya desa yang pernah terjadi konflik antar pendukung. Itu menjadi catatan pemetaan Kesbangpol.
“Pemetaan juga dilakukan setelah ada calon baru kelihatan antar pendukung calon kades, maka kita lakukan pemetaan lebih dalam. Kita berharap ini bisa menjadi pembelajaran demokrasi di masyarakat, agar jangan sampai terjadinya konflik,”ungkap Dikdik.
Diketahui, calon kepala desa tidak harus lagi dari daerah setempat. Ketentuan tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian Undang-Undang Desa terkait aturan domisili bagi calon kepala desa.
Aturan tersebut digugat Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) karena diniali bertentangan terhadap UUD 1945.
Asosiasi menguggat mengenai 'terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran' yang diatur Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c UU Desa.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat, sebagaimana dikutip Tribun beberapa waktu lalu.[Ars]