Oleh: Ucu Juhroni
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa banyak petahana yang mencalonkan kembali dalam Pemilukada 2018. Penomena petahana maju kembali dalam pemilukada menjadi tradisi dan secara statistik majunya para petahana dalam pemilukada di berbagai daerah secara umum menujukan bahwa para petahana lebih mudah memenangkan pilkada.
Mengapa petahana memiliki kecenderungan memenangkan dalam pilkada? hal-hal apa saja yang dimiliki para petahana sehingga memiliki keunggulan kompetitif di banding dengan non petahana dan kolom kosong? untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita pelajari kenyataannya.
Sang petahana minimal sudah melakukan investasi politik kepada rakyat selama menjabat sehingga sudah pasti populer dan di kenal oleh semua rakyat, jika selama menjabat melakukan investasi politik kalaupun sedikit maka akan di kenang rakyat, walau investasi politiknya tersebut penuh akrobat dan tipu muslihat. Namun rakyat tidak mengerti trik- dan intrik politik. Rakyat tetap berpandangan bahwa sang petahana seorang yang hebat.
Berikutnya petahana memiliki jaringan yang kuat, dari birokrasi hingga akar rumput. Maka pengarunya masarakat akan cenderung paternalistik dan terjadi pola hubungan patron-klien sehingga mereka akan tunduk dan patuh apa yang di inginkan sang petahana. Apa lagi kompetitor petahana secara politis dianggap lemah dan tidak bisa mengkapitalusasi dirinya secara politis.
Hal berikutnya kenapa petahana di prediksi menang karena petahana mampu menjangkau segmen pemilih dari tokoh formal maupun informal terlebih secara finansial mereka siap.
Dengan segala kelebihan dan kemudahan yang dimiliki calon petahana maka tidak heran petahana selalu menang dalam pilkada. Hanya petahana yang keterlaluan yang kalah dalam pilkada apalagi lawannya hanya kolom kosong.
Tulisan sederhana dan singkat ini murni pendapat pribadi tidak mencerminkan pendapat calon petahana, calon tunggal maupun kolom kosong.Merdeka!
Penulis adalah pegiat pemilu dan demokrasi, mantan Tim asistensi bawaslu Banten, ketua keluarga wewengkon Sajira