Oleh: Indah Noviariesta
Penulis Alumni Jurusan Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
Saatnya saya menanggapi berbagai metode untuk mencapai kecerdasan dan kejeniusan yang banyak dibahas di harian umum Banten, khususnya bagi mereka yang percaya bahwa kecerdasan itu bisa dicapai dengan jalan pintas. Akhir-akhir ini banyak orang tua yang tergiur agar anaknya mengikuti berbagai training dan pelatihan untuk menjadi cerdas dan berprestasi dalam tempo singkat.
Metode aktivasi otak, dengan metode belajar secara instan belum menjadi kesepakatan para ahli neurosains secara umum. Metode yang belum terbukti secara ilmiah-medis ini sudah kadung memasyarakat dan dipercayai banyak orang tua hingga terburu-buru mendaftarkan anaknya dengan menghabiskan investasi hingga puluhan juta rupiah. Melalui tulisan ini, saya selaku tenaga pendidik dan sarjana Biologi Untirta ingin mengklarifikasi bahwa tidak ada yang namanya sistem pembelajaran yang membuat seorang anak dapat cerdas dan jenius seketika.
Para orang tua dan segenap tenaga pendidik di Banten ini perlu menyadari, bahwa metode terbaik belajar adalah bagaimana menciptakan lingkungan pembelajaran yangmemadai, serta pendampingan yang baik.Bagaimanapun proses pembelajaran selalu melibatkan lingkungan dan interaksi yang intensif. Seperti yang dikemukakan dalam hadis Nabi bahwa, proses belajar adalah proses yang berlangsungterus-menerus, seumur hidup, dari buaian hingga ke liang lahat (minal mahdi ilallahdi).
Jadi, bukan dengan cara-cara instan apalagi dengan cara yang tidak masuk akal. Lingkungan belajar harus diperhatikanbetul, baik dari sisi pendukungnya maupun dari sisi penghambatnya.Interaksi belajar selalu meniscayakan keterlibatan tentang siapa, bagaimana,dan melalui perangkat apa seorang anak-didik bisa belajar dengan baik. Tentu saja belajar yang menghibur danmenyenangkan akan berbeda hasilnya dengan belajar dengan tekanan dan paksaan yang membuat murid kurang nyaman.
Di lingkungan tertentu seperti pesantren, dengan beragam karakter anak yang paling pintar hingga yang paling nakal, adakalanya penerapan disiplin yang cukup ketat diberlakukan. Meskipun hal tersebut mempunyai aspek negatif dan positifnya. Tanpa pendampingan yang baik, seorang pengasuh atau tenaga pendidik akan mudah tergoda untuk mengeneralisir segala persoalan yang dihadapi anak. Pola pendidikan dengan menyamakan alat ukur pada suatu metode tertentu, di lingkungan yang berbeda, jelas suatu kekeliruan dari sistem pendidikan kita. Termasuk mengeneralisir soal-soal ujian secara sentral yang dipaksakan kepada jutaan murid di seluruh wilayah Indonesia.
Cerdas Belum Tentu Baik
Proses belajar yang baik senantiasa melibatkan nilai-nilai kehidupan. Bukan sekadar mendukung dan mendorong anak agar menjadi pintar dan cerdas. Bahwa pada fase tertentu akan muncul anak-anak dengan kualitas kecerdasan di atas rata-rata, hal itu menjadi keniscayaan. Apalagi standar kualifikasi pendidikannya cukup baik, tenaga pengajarnya mumpuni, lingkungan dan fasilitas juga memadai, ditambah jumlah murid pada sekolah tertentu yang mencapai ribuan pelajar.
Oleh karena itu, menjadi cerdas dan jenius adalah efek dari belajar, atau efek dari lingkungan belajar yang baik. Menjadi jenius jangan sampai dijadikan tujuan dari pembelajaran. Secara definitif, menjadi anak jenius itu sangat relatif. Kategori jenius adalah kategori yang membias. Karena faktanya, banyak anak-anak berbakat dan berprestasi yang tidak tergolong sebagai anak jenius. Banyak orang yang berhasil di lapangan, justru di masa-masa belajar di sekolah tergolong biasa-biasa saja.
Pola ajar dan pola asuh yang sedemikian kompleks di negeri manapun, dan zaman kapanpun, mengindikasikan bahwa pembelajaran bukanlah sesuatu yang final, melainkan kegiatan yang bersifat konsisten dan terus-menerus hingga akhir hayat. Belajar bukan hanya sekedar menghafal data dan fakta, tetapi harus bisamenjelaskan maknanya, menghubungkan, sertamemahami keterkaitannya.Penjelasan dengan nalar yang baik, akan menjadi dasar berkembangnya proses belajar dengan baik pula. Proses ini adalah siklus belajar yang harus dilalui oleh setiap orang tanpa kecuali. Sekali lagi, untuk meraih kecerdasan tidak ada jalan pintas atau cara-cara yang instan.
Referensi Ilmu Otak
Untuk menjadi paham dan mengerti, serta bertindak atas dasar-dasar pengertian, perlu adanya tekad, motivasi, serta teladan yang baik dari para pendidiknya. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk terus maju adalah faktor internal yang harus dipupuk terus oleh para orang tua. Bukan dengan cara mencari metode ajaib yang langsung melejitkan kemampuan otak sehingga menjadijenius.
Ada beberapa jurnal ilmiah yang layak dipelajari mengenai ilmu otak bagi masadepan anak-anak bangsa ini, di antaranyaJournal of Neuroscience, American Academy of Neurology, Journal of Cognitive and Neuroscience, British Medical Journal, New England Journal of Medicine, dan masih banyak jurnal ilmiah yang layak menjadi analisis dan perbandingan mengenai ilmu otak dan kecerdasan anak-didik.
Setiap metode pembelajaran mesti dikritisi dan disikapi dengan hati-hati. Setiap metode berbasis ilmiah harus sudah bisa dibuktikan secara ilmiah pula. Bukan dengan mempercayainya secara membabi-buta, karena terdorong oleh keinginan yang berdasarkan nafsu dan hasrat pribadi semata. Proses pembelajaran yang baik bukanlah suatu mitos atau dongeng dari leluhur mengenai malaikat yang turun dari Gunung Karang, lalu menghadiahkan kecerdasan seketika kepada anak-anak yang berpredikat Tubagus atau Ratu Adil.
Di sisi lain, kita tentu menghargai berbagai penemuan mutakhir mengenai ilmu neurologi, meskipun kita tidak boleh serta-merta menerima suatu metode pembelajaran otak tanpa dasar ilmiah. Hal itu mesti disikapi dengan bijak oleh para orang tua, karena menyangkut nasib masadepan anak-anak Banten sebagai generasi bangsa ini. (*)