Oleh: Muhamad Sulaiman
Kuliah merupakan proses pembelajaran, pengayaan, pendalaman nilai-nilai yang dilakukan oleh Pengajar atau dosen kepada Mahasiswa, dalam pelaksanaannya kuliah diatur dalam sistem perkuliahan yang dibuat oleh instansi terkait dalam hal ini adalah Kemenristek Dikti sebagai acuan seluruh perguruan tinggi dalam menjalankan motor penggerak kehidupan kampus.
Umumnya penyelenggaraan kuliah dilasanakan diruangan-ruangan kelas yang ada dikampus, dengan adanya interaksi antara dosen dan Mahasiswa dengan rincian perkuliahan tersebut sudah diatur dalam perjanjian diawal ketika bertatap muka yakni dengan pemberian SAP (Satuan acara perkuliahan) selama satu semeseter perkuliahan dari dosen kepada Mahasiswa
Akhir-akhir ini tepatnya beberapa bulan belakangan ini penuh dengan serangkaian pemberitaan mengenai sejumlah aksi jalanan yang dilakukan oleh mahasiswa diseluruh Indonesia, dari barat sampai timur semua ikut ambil bagian, dan lokasi puncak aksi dilakukan di Jakarta tepatnya di Gedung MPR/DPR pada 23 dan 24 september lalu, lantas mengapa aksi mahasiswa dinamakan Kuliah Jalanan ?
Kuliah jalanan merupakan bentuk implementasi nilai dan tanggung jawab moril yang didapat oleh para Mahasiswa ketika dibangku perkuliahan yang pelakasanaannya diselenggarakan di jalan-jalan tepatnya di depan “rumah rakyat” terhadap kontrol sosial masyarakat atas setiap kebijakan yang diambil oleh pemangku kekuasaan melalui cara berdemonstrasi seperti pemberian kritik, saran, dan masukan dan sampai kepada pernyataan sikap tegas terhadap permasalahan apa yang sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
Dari masa ke masa, mahasiswa memang menjadi penggerak dan selalu menjadi garda terdepan dalam setiap perubahan, mahasiswa menjadi penyambung lidah masyarakat pada saat interaksi antara penguasa dengan masyarakatnya mengalami deadlock terhadap segala kebijakan dan keputusan yang akan diambil oleh pemangku kekuasaan. Aksi 23 dan 24 yang lalu terindikasi bahwa negara kita sedang menghadapi persoalan yang cukup pelik, uniknya permasalahan tersebut bukan bersumber dari lingkungan eksternal negara tetapi yang menjadi polemik adalah aktor tersebut adalah institusi negara itu sendiri.
Kuliah jalanan terjadi sebagai bentuk penyampaian aspirasi jalur terakhir yang tidak bisa dilakukan melalui jalur-jalur formal seperti pemberian masukan melalui tulisan ataupun dialog antara pemerintah dengan rakyatnya. Melalui hal itu mahasiswa mengambil peran untuk memberikan “Shock Theraphy” kepada penguasa, yang dianggap kinerja nya masih jauh dari harapan dan adanya ketidakadilan yang dipertontonkan oleh segenap pemangku kekuasaan.
Sebagai kaum terdidik yang jumlah nya tidak lebih 30% dari jumlah penduduk Indonesia, mahasiswa memang selalu dituntut untuk aktif berperan dalam segala permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan hal tersebut juga termasuk salah satu fungsi dan peran mahasiswa sebagai Agent of Control (Kontrol sosial). Mahasiswa hadir sebagai penengah antara pemerintah dengan masyarakat, mahasiswa mengkontrol segala situasi dan kondisi yang dapat mengurangi hak-hak demokrasi yang hal tersebut dituangkan mahasiswa dengan pemberian aspirasi dalam bentuk demonstransi.
Megutip tulisan aktivis IMM FISIP UMJ Yuniazma Zeliana yang mengatakan bahwa Aksi turun ke jalan merupakan bentuk menentang ketidakadilan, berpanas ria, berbusana dalam basahan hujan gas air mata, berteriak dendangkan mimpi-mipi hingga habiskan keringat dan air mata dari tubuh, hal itu dilakukan hanya untuk mendesak orang-orang yang memegang pemangku kekuasaan serta menggugah segelintir masyarakat disekitar menjadi saksi perjuangan mereka. Mereka berharap segala tindakan dan tuntutan didengar oleh elite-elite kekuasaan dan membangunkan kepekaan masyarakat terhadap segala kebijakan yang diambil tidak didasarkan kepentingan rakyat, semua Gerakan mahasiswa dilakukan untuk memberikan kontribusi bermanfaat kepada sang ibu pertiwi dan tidak lain hanya untuk menjadi penggerak dan stimulus dalam pergejolakan yang sedang terjadi.
Oleh karenanya jika ada sentimen negatif yang berkembang ditengah-tengah masyarakat terhadap aksi yang dilakukan mahasiswa adalah telah direkayasa dan gerakan aksi ini hanya untuk pengalihan isu maupun ada juga yang menyebutnya dengan istilah yang kurang nyaman “ditunggangi”, dalam setiap pergerakan pasti akan selalu ada oknum yang mengambil kesempatan dalam kesempitan akan tetapi apakah itu yang akan kita zoom in ? dan tidakkah melihat substansi dari apa yang telah dibawa dan disampaikan oleh para mahasiswa? Sudah selayaknya, apabila mahasiswa telah bergerak, terlebih lagi aksi yang dilakukan ini atas dasar keresehan bersama bukan karena dipaksa, dilihat dari pergerakan dan tidak ada afilisasi kepada siapapun maka tidak elok jika kita mendeskiritkan perjuangan mereka. Hidup Mahasiswa ! Hidup Rakyat Indonesia !