KH Ahmad Imam Mawardi
SAMBIL menikmati macet di jalan menuju Oum Bhent Hill, saya tuliskan status ini sambil mengingat petuah kakek nenek penjaga kuburan tua di sebuah desa saat saya remaja dulu. Kakek nenek itu menudingkan telunjuknya ke sebuah kuburan sambil berkisah bahwa jasad yang ada di bawah batu nisan itu dulunya adalah orang paling kaya. Ternyata kini, nasibnya sama dengan jenazah orang miskin yang ada di sebelahnya.
Saya saat itu tak paham maksud beliau bercerita. Saya tak tertarik bertanya, karena saat itu saya penakut kuburan, ingin cepat pergi. Akhirnya saya paham juga pesan yang dimaksud beliau, yakni kaya dan miskin ketika sudah mati ternyata sama saja; masuk ke lobang bumi yang sama tanpa ada perbedaan kelas. Yang membedakan hanyalah pahala amal yang pernah dilakukan dalam hidup dan untaian doa yang disampaikan kepadanya dari orang yang masih hidup.
Kalau begitu, tak usah iri hati dan dengki pada orang lain. Cukup jalani takdir diri secara baik untuk memaksimalkan manfaat yang bisa dipersembahkan. Setiap orang sudah ditentukan jalan takdirnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya dengan amanah yang Allah titipkan. Lalu bagaimana jika kita yang menjadi korban iri hati dan dengki?
Ingatlah bahwa jika ada yang iri dan dengki pada kita, janganlah kita doakan dia mendapatkan musibah lebih besar lagi. Ketidaknyamanan hatinya melihat kita bahagia sudah cukup sebagai deritanya. Bertambahnya nikmat untuk kita juga tambahan derita baginya. Kasihan, bukan? Salam, AIM. [lnilahcom]