DALAM sebuah halaqah ada yang bertanya seputar boleh-tidaknya praktik 'tanam sperma'. Pertanyaan ini terkait pengakuan seorang artis penderita kanker mulut Rahim yang divonis tak bisa memiliki keturunan.
Terhadap pertanyaan itu ustaz halaqah menjawab sbb:
Tahapan inseminasi buatan pertama kali adalah mengambil sperma dari laki-laki. Prosesnya dilakukan melalui onani. Tentang onani ini, meski beberapa ulama mengatakan tidak dibolehkan, jumhur ulama kontemporer mengatakan bahwa onani bersifat mubah, atau paling fatal makruh adanya.
Tentang hukum inseminasi buatan, para ulama umumnya berpendapat apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri, kemudian disuntikkan ke dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami-isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, dibolehkan.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh Islam:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Pada keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.
Di antara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis Ulama` DKI jakarta, dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berpusat di Jeddah, Saudi.
Adapun bila spermanya dari suami orang lain, apalagi dari seorang laki-laki yang didapat melalui cara-cara semberono tanpa pernikahan yang sah, demi kehati-hatian, para ulama dalam kasus ini mengharamkannya. Di antara yang mengharamkan cara tersebut adalah Lembaga fiqih Islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Syekh Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy dan Zakaria Ahmad al-Barry.
Mereka umumnya mempertimbangkan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Dalam hal ini ada keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang bayi tabung atau inseminasi buatan, yakni 1. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami-isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Dengan penjelasan itu, kita dapat melihat bahwa cara seorang artis yang menjadi bahan pertanyaan di atas tidak dapat dibenarkan. Persoalannya, apakah artis itu sendiri peduli dengan hukum-hukum Islam? Wallahu alam [mozaik.inilah.com]