Oleh : Asep Najmut Sakib
Pengurus Koordinator Cabang PMII Banten
Poling centre dan Indonesian Corruption Watch (ICW) telah menerbitkan hasil survei yang hasilnya 54 persen masyarakat menyatakan korupsi di Banten meningkat, 38 persen tidak mengalami perubahan dan 8 persen menyatakan menurun. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan persepsi tingkat korupsi masyarakat tahun 2016 yang menyatakan 67 persen korupsi meningkat, 22 persen tidak mengalami perubahan dan 9 persen menurun. Survei nasional ini dilakukan dalam peiode April – Mei 2017 di 34 provinsi, 177 Kabupaten/kota, 2112 desa/kelurahan. Di Banten melibatkan 470 responden di 8 kabupaten dan kota, 44 desa/kelurahan.
Catatan tersebut seyogyanya menjadi rujukan dalam upaya penuntasan perilaku koruptif para pejabat pemerintah, ternyata harapan dan cita – cita 17 tahun silam oleh para pendiri Banten harus terus di gelorakan. Semangat membangun daerah sendiri, semangat untuk mensejahterakan rakyat Banten, semangat untuk melambungkan nama Banten di kancah Nasional hingga Internasional masih tersendat oleh pejabat yang berprilaku korup memperkaya pribadi dan sanak family, bergaya hidup penuh gengsi serta antipati melihat para pemuda desa tak kerja. Kendati, ada juga para pejabat yang masih memegang setia sumpah jabatan.
Yang teranyar adalah perilaku Walikota Cilegon yang terkana “OTT” oleh KPK yang cukup menggegerkan warga Banten terkhusus. Kita tunggu kisah silanjutnya terdakwa atau hanya berhenti di status tersangka. Lain halnya dengan 6 pegawai Dishub Kabupaten Serang kena OTT saber pungli, ada 10 pegawai dari Disdukcpil yang di angkut oleh Polda Banten, ada mantan sekretaris DPRD Banten tersangkut kasus pengadaan pakaian dinas. Masih ada lagi beberapa contoh perilaku koruptif yang tersebar di 4 kota dan 4 kabupaten di banten. Dari yang nominal milyaran hingga jutaan, yang dilakukan oleh pimpinan nya hingga staff paling bawah, dari yang aktif hingga non-aktif. Segelintir catatan ini tak berarti membuka luka lama, tetapi menjadi bahan refleksi untuk semua warga banten. Bagi pejabat daerah yang masih perduli terhadap pembangunan provinsi banten. Its not mission imposible!
Ikhtiar harus selalu di ejawantahkan, pasca disahkannya UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik merupakan langkah yang kongkret. Sebuah langkah inisiatif yang bertujuan untuk mengamankan komitmen kolektif kolegial secara nyata dan jelas dalam langkah transparansi, memberdayakan warga, memerangi korupsi serta memanfaatkan teknologi untuk memperkuat “Clean Goverment” dalam menghadapi era global. Semangat keterbukaan yang harus selalu digalakan kepada pemerintah daerah untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Melihat realitas hari ini tentu khalayak dibuat harap – harap cemas, pemerintah yang selama ini mendapat tempat yang dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan secara sadar dan sukarela menjadi kendala untuk menciptakan masa depan gemilang “Good Governance”. Perlu ada “preasure group” dari pihak eksternal, yaitu Civil Society untuk memperbesar partisipasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan yang adil dan terbuka. Dengan civil society yang teru mempromisikan nilai – nilai demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipation dan kemitraan.
Dan pada akhirnya, harapan itu harus terus digelorakan. Cita – cita itu harus di optimalkan serta kesejahteraan itu harus diciptakan. Tak terasa Usia Provinsi Banten sudah mencapai angka 17. Usia yang cukup relevan untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera, keadilan di meja hijau serta berkehidupan selayaknya manusia pada umumnya. Sudah saatnya banten melepaskan predikat daerah rawan korupsi, nepotisme dan kolusi, masa depan banten yang gemilang menjadi tanggung jawab bersama dan mari kita sinergitaskan. Selamat ulang tahun Provinsi Banten. Terima kasih para pendiri Banten.