lBC, Serang - Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan Pemungutan Suara Ulang atau PSU Pilkada Kabupaten Serang berbuntut panjang. Salah satunya muncul desakan agar Komisioner Bawaslu Kabupaten Serang dicopot dari jabatannya.
Hal tersebut diungkapkan Koalisi Peduli Demokrasi Provinsi Banten yang mendatangi Kantor Bawaslu RI, di Jakarta, Jumat 28 Februari 2025.
Selain menyampaikan surat desakan, mereka juga turut menggelar aksi bisu di depan kantor Bawaslu sembari membentangkan spanduk bertuliskan "Bawaslu gagal awasi Pilkada Kabupaten Serang, pecat Komisioner Bawaslu Kabupaten Serang".
Perwakilan Koalisi Peduli Demokrasi yang juga Direktur Eksekutif Jaringan Rakyat Untuk Demokrasi dan Pemilu, Jhody Fauzi mengatakan putusan MK Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berujung PSU di seluruh TPS tidak terlepas dari berbagai rentetan peristiwa dugaan pelanggaran sebelumnya. Dugaan-dugaan pelanggaran tersebut terjadi akibat gagalnya fungsi pengawasan Bawaslu di Pilkada Kabupaten Serang.
Jhody mengatakan, jauh sebelum MK memutus perkara tersebut, berdasarkan data yang dirilis oleh Bawaslu Kabupaten Serang tertanggal 13 November tahun 2024, setidaknya terdapat 32 laporan dan temuan dugaan pelanggaran Pilkada Kabupaten Serang. Baik yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 1 Andika Hazrumy-Nanang Supriatna maupun yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 2 Ratu Rachmatuzakiyah-Najib Hamas.
Dalam catatan pelanggaran tersebut, kata Jhody, di dalamnya terdapat laporan terkait dugaan keterlibatan Mendes-PDT, Apdesi Kabupaten Serang, maupun deklarasi dukungan yang dilakukan oleh kades di Kecamatan Mancak. Tak hanya itu, tertanggal 25 November 2024 Bawaslu juga sempat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 2 orang yang hendak membagikan politik uang di wilayah Kecamatan Carenang.
"Dari sekian banyak rentetan peristiwa pelanggaran yang ada, tak satu pun pelanggaran yang ditindak secara tegas oleh Bawaslu Kabupaten Serang. Bawaslu telah gagal menjalankan tugas dan fungsinya," ujarnya dikutip dari Kabar Banten.
Ia menilai bahwa mahkamah sejatinya hanya mempertegas bahwa telah terjadi pelanggaran di Pilkada Kabupaten Serang yang akhirnya memengaruhi kemurnian suara pemilih. "Bawaslu Kabupaten Serang telah abai dan tidak professional dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas Pemilu. Jika mereka punya malu, sebaiknya mereka mengundurkan diri tanpa diminta," ucapnya.
Jhody menilai apabila PSU dilaksanakan dan diawasi oleh Bawaslu Kabupaten Serang yang saat ini masih menjabat berpotensi kembali memunculkan persoalan baru dikemudian hari. "Tidak menutup kemungkinan hasil PSU ini akan di PSU kan kembali apabila tidak diawasi secara ketat dan intensif," tuturnya.
Ia berharap Bawaslu RI tidak menutup mata terhadap perilaku anak buahnya di bawah. Ia menilai perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap perilaku penyelenggara di Kabupaten Serang.
Menurutnya selain menjadi catatan kelam gelaran demokrasi di Kabupaten Serang, PSU tersebut juga akhirnya menimbulkan kerugian negara. Sebab kata dia, harus ada alokasi anggaran kembali yang cukup besar untuk pelaksanaan PSU.
"PSU itu membutuhkan biaya Rp45 miliar, inikan anggaran seharusnya untuk alokasi lain. Tapi karena PSU harus dialihkan untuk PSU," katanya. Adapun tuntutan yang disampaikan yakni pertama mendesak Bawaslu RI untuk memberhentikan seluruh jajaran Komisioner Bawaslu Kabupaten Serang.
Kedua lakukan rekrutmen Panwascam dan PKD kembali karena tidak professional dalam menjalankan tugasnya selama gelaran Pilkada 2024 Ketiga Bawaslu RI harus melakukan monitoring secara intensif dan mengambil alih fungsi pengawasan selama PSU dilaksanakan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Serang Furqon mengatakan bahwa kritik yang disampaikan tersebut hal yang biasa. "Biasa itu mah wajar, lembaga negara mah harus siap untuk dikritik," ujarnya.[Ars]