lBC, Jakarta - Program full day school melalui Permendikbud No 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah nyatanya di lapangan telah berjalan efektif, meski sebelumnya pemerintah pernah menyebut akan menunda pelaksanaannya. Dua fraksi di DPR yakni PKB dan PPP pun bermanuver terhadap program ini.
Dua fraksi koalisi pemerintahan Joko Widodo yakni PKB dan PPP yang paling getol mengkritisi program full day school alias sekolah delapan jam yang dituangkan melalui Permendikbud No 23 Tahun 2017.
PPP awal pekan lalu secara resmi membuka forum pengaduan atas pelaksanaan full day school. Sedangkan PKB, secara lugas mengancam akan menarik dukungan dalam Pilpres 2019 mendatang, jika Jokowi tidak membatalkan program delapan jam sekolah itu.
Wakil Sekjen DPP PKB Maman Imanulhaq berharap agar Presiden Jokowi mencabut kebijakan sekolah delapan jam setiap hari tersebut. Menurut dia, jika Jokowi tidak mendengar aspirasi maka pihakya memilih opsi untuk tidak mencalonkan Jokowi di Pilpres 2019.
"Jangan sampai teriakan kita dianggap teriakan biasa, ini teriakan serius. Kalau tidak dituruti presiden, kita ingin katakan bahwa Jokowi sudah tidak berpihak kepada diniyah, Jokowi sudah tidak perlu kita pertahankan (untuk Pemilu) 2019," sebut Maman di Jakarta, Senin 7 Agustu 2017.
Argumentasi dari dua fraksi yang sama-sama berlomba mengais ceruk warga nahdliyin ini relatif sama. Mereka berpandangan, program full day school bakal menggerus program pendidikan yang selama ini telah berada di tengah masyarakat yakni madrasah diniyah. Kedua fraksi ini berasumsi, keberadaan full day school akan mematikan Madin, madrasah yang selama ini telah tumbuh bersama masyarakat khususnya di pedesaan.
Tidak hanya dari kalangan politisi di parlemen. Sejumlah daerah di pulau Jawa juga menggelar demonstrasi menolak kebijakan sekolah delapan jam. Demonstran yang kebanyakan dari kalangan NU juga mendesak agar pemerintah membatalkan program delapan jam sekolah itu.
Soal posisi NU ini sebenarnya sejak awal PBNU juga telah bersuara keras soal program Mendikbud Muhadjir Effendi ini. Bahkan, Rois Aam PBNU Makruf Amin pada pertengahan Juni lalu juga menghadap Presiden Jokowi terkait kebijakan delapan jam sekolah itu. Pasca pertemuan saat itu disampaikan bila pemerintah bakal menunda penerapan full day school hingga terbitnya Peraturan Presiden.
Namun sayangnya, hingga saat ini program tersebut tetap berjalan di sejumlah daerah. Protes dari berbagai pihak mengonfirmasi tentang sejumlah persoalan yang ditimbulkan dari penerapan program tersebut. Padahal jika melihat hubungan NU dan pemerintahan Jokowi saat ini bisa disebut sebagai satu-satunya ormas Islam yang memiliki kedekatan spesial dengan Presiden Jokowi.
Seperti awal Agustus lalu, sejumlah kiai yang dibalut dengan Majlis Dzikir Hubbul Waton pimpinan adik kandung Ketua Umum PBNU yakni KH Musthofa Aqil Siradj itu menggelar dzikir kebangsaan di beranda Istana Kepresidenan. Gelaran dizkir tersebut merupakan peristiwa langka karena baru di era Jokowi, gelaran dzikir digelar di halaman Istana. Pertanyaannya mengapa Presiden keukueh tidak mencabut kebijakan delapan jam sekolah itu? [lnilahcom]