lBC, SERANG - Secara umum 4 dari 5 indikator makro Provinsi Banten berada di atas capaian Nasional. Indikator makro dimaksud adalah IPM atau indeks pembangunan manusia, pada tahun 2018 mencapai 71,95, sehingga menjadikan Banten sebagai daerah berkategori IPM tinggi, lebih tinggi dibandingkan IPM Nasional sebesar 71,39. Berikutnya, PDRB pada tahun 2018 telah mencapai Rp 614,91 trilyun, terus tumbuh pada semester I tahun 2019 sebesar 5,35%, atau di atas capaian Nasional sebesar 5,05%.
“Selanjutnya, tingkat kemiskinan telah turun pada level 5,09% dari 5,25%, jauh lebih rendah dibandingkan persentase kemiskinan Nasional yang mencapai 9,41%. Hal ini sejalan dengan penurunan ketimpangan banten yang diukur dari gini ratio yang mencapai 0,360, jauh lebih rendah dibandingkan Nasional sebesar 0,382,” kata Gubernur Banten Wahidin Halim saat menyampaikan pidato jawaban atas tanggapan fraksi-fraksi DPRD Banten terhadap Nota Pengantar Rancangan APBD Banten 2020 dalam rapat paripurna DPRD Banten dengan agenda tersebut pada Selasa, 15 Oktober 2019.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Banten Andra Soni itu turut hadir mendampingi gubernur, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy. Jawaban terkait indikator makro Provinsi Banten ini disampaikan gubernur menjawab tanggapan dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PKS, dan Fraksi Nasdem-PSI dalam rapat paripurna DPRD sebelumnya. Fraksi-fraksi tersebut sebelumnya mempertanyakan terkait dengan penurunan indikator makro Provinsi Banten sebagaimana tercantum dalam nota pengantar gubernur tentang R APBD 2020.
Terkait korelasi tingkat kemiskinan dengan pengangguran di Banten, gubernur mengatakan, BPS menyebutkan kriteria untuk menghitung pengangguran yaitu penduduk usia produktif yang bekerja kurang dari 5 jam dalam sehari dikategorikan sebagai pengangguran. Untuk wilayah Pandeglang, Lebak, dan Serang, kata gubernur, terjadi kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.
“Namun ternyata mereka tidak serta merta diterima di pasar kerja, sehingga semakin menambah jumlah pengangguran. Namun dengan kemajuan dan pemanfaatan teknologi seperti saat ini, memungkinkan masyarakat provinsi banten dapat melakukan aktivitas ekonomi secara online. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Banten,” paparnya.
Lebih jauh gubernur juga menjelaskan, dampak program OPD (organisasi perangkat daerah) ketenagakerjaan terhadap pengangguran telah berhasil mengurangi pengangguran sebanyak 48.725 orang melalui penempatan di perusahaan, job fair, penempatan bursa kerja khusus, skill development centre, penempatan balai latihan kerja industri, penempatan transmigrasi, penempatan luar negeri, dan kader wirausaha.
Terkait indikator makro ini, secara keseluruhan gubernur mengatakan, penentuan target indikator makro Provinsi Banten tidak lepas dari target perkonomian Nasional dan kondisi perekonomian global yang dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini perekonomian global mengalami perlambatan sekitar 1 persen akibat dari perang dagang Amerika Serikat dan China, resiko geo politik. Selain itu juga karena pelemahan produk domestik bruto mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. di samping itu, gubernur juga menyebut, karena terjadinya penurunan harga komoditas ekspor seperti batu bara, sawit, dan karet.
Untuk diketahui, Pemprov Banten merevisi sejumlah target indikator makro dalam RPJMD atau rencana pembangunan jangka menengah daerah 2017-2022 sesuai dengan kesepakatan bersama DPRD yang dituangkan dalam Perda Revisi RPJMD 2017-2022, dan juga atas saran dari sejumlah lembaga terkait seperti BPS dan perguruan tinggi. Penurunan dilakukan pada target IPM dari 72,64 menjadi 72,75, LPE atau laju pertumbuhan ekonomi dari 6,4 persen menjadi 5,8 persen, tingkat kemiskinan dari 4,87 persen menjadi 5,12 persen, tingkat pengangguran terbuka dari 7,95 persen menjadi 8,19 persen dan gini ratio dari 0,370 mejadi 0,365.[Ars]