IBC, Pandeglang - Anggota DPR RI Ace Hasan Syadzily menyampaikan orasi ilmiah diacara Wisuda Sarjana Ke XI Sekolah Tinggi Ilmu Sosial daan Ilmu Politik (Stisip) Banten Raya yang di gelar disalah satu hotel di Pandeglang, Kamis 26-Oktober-2017. Dalam orasi ilmiahnya Ace sampaikan Tentang Reformasi Birokrasi
Ace mengatakan, rendahnya kualitas daya saing dalam kompetisi global disebabkan Aparatur Sipil Negara (ASN) selaku penggerak birokrasi pemerintahan belum menjalankan fungsi dan perannya secara maksimal.
Dengan begitu, rendahnya kualitas pelayanan publik, kuatnya intervensi politik terhadap birokrasi, kinerja yang masih di bawah standar, rendahnya etika dan integritas, masih sangat kuat ditemukan dalam tata kelola sektor publik dalam pemerintahan
"Untuk itu, reformasi birokrasi harus terus ditingkatkan dengan menekankan pada aspek manajemen sumber daya birokrasi agar lebih profesional, berintegritas dan berdaya saing," kata Ace dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai GOLKAR ini birokrasi pemerintahan merupakan salah satu kunci penggerak utama pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Tanpa birokrasi yang kuat, maka sulit mendorong pembangunan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
”Aparatur Sipil Negara (ASN) salah satu aktor utama suksesnya pembangunan nasional, baik di daerah maupun pusat” terang Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Politisi Partai Golkar asal Pandeglang ini, menyampaikan fakta bahwa tata kelola sektor publik negara masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita di ASEAN. Salah satu indikatornya yang menjadi ukuran keberhasilan suatu pemerintahan adalah kemudahan berbisnis yang dikeluarkan World Bank.
“Pada tahun 2016, Kemudahan Berusaha kita berada pada peringkat ke 91, di bawah Singapura (2), Malaysia (23), Thailand (46) dan bahkan Vietnam (82). Kita hanya unggul sedikit di atas Filipina (99)”ujar Dosen Pascasarjana Universitas Tirtayasa, Serang ini.
Permasalahan yang paling mendasar yang menjadikan rendahnya peringkat negara ini, antara lain masih berbelit-belitnya mekanisme, ketidakjelasan biaya dan prosedur birokrasi dalam memberikan pelayanan untuk mendapatkan perizinan menambah persoalan yang serius bagi iklim investasi.
Setali tiga uang dengan kemudahan berbisnis, indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan Transparency International tahun 2015, kata Ace Hasan, menempatkan posisi pada peringkat ke-88 dimana masih tertinggal dengan Singapura (8), Malaysia (54) dan Thailand (76).
“Masih maraknya perilaku koruptif di kalangan birokrasi, swasta dan bahkan penegak hukum menambah negatifnya persepsi publik terhadap praktek yang tidak terpuji tersebut” ujar politisi muda ini.